Selasa, 21 Juni 2011

*Kaidah Budaya---

1. Sebuah kepercayaan tentang penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Ini didasarkan atas temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale, yang berarti orang-orang yang tinggal di hutan, atau lebih tepat dikatakan penghuni hutan. Orang Toale masih satu rumpun keluarga dengan suku bangsa Wedda di Srilangka.

2.Ada pula falsafah “Namo maega Pabbisena, Nabongngo Pollopina, Teawa Nalureng”. Maksudnya biar banyak pendayungnya tetapi juru mudinya tidak mahir, saya tidak mau menumpangi perahu itu. Dengan kata lain, falsafah ini mengajarkan jika terdapat pemimpin yang tidak cerdas, selayaknya dia tidak diikuti walaupun banyak punggawanya.

3.Sebuah kesadaran awal- di zamanya , menapaki suatu cita-cita dalam realitas tertentu akan adanya sebuah kepercayaan bahwa >setiap gejolak sesungguhnya sekaligus solusi untuk bertindak dalam menemukan hukum-hukum alam yang pada akhirnya akan dapat...diungkapkan." parapiI nawa-nawa deE narapiI nawa-nawa", (dlm sinylr prinsip -Karaetta Ri Cenrana)

4.sesiapa yang menemukan jalan kebenaran (laleng adecengeng), maka wajib baginya untuk menyampaikan kepada yang lain. Dalam rangka melaksanakan perjanjian inilah, Raja Gowa-Tallo bermaksud untuk menyebarkan secara militer dan politis, jalan baru yang mereka klaim sebagai jalan kebenaran; Islam.

5. Dan karya sastra dari Bugis termasuk yang paling baik dari segi mutu dan jumlah di Asia Tenggara. Tulisannya mengedepankan objektifitas dan sangat memperhatikan fakta. Salah satu diantaranya adalah La Galigo, yaitu mite kepahlawanan Bugis yang diperkirakan berjumlah 6000 halaman, yang berisi tentang berbagai peristiwa yang terjadi di Luwu pada masa sebelum kedatangan Islam. Selain itu juga merupakan teks historiografi terpenting dalam attoriolong (kronik), lontaraq bilang (catatan harian), lontaraq pangngoriseng (silsilah), serta toloq yaitu syair sejarah kepahlawanan yang merupakan gabungan unsur-unsur teks historiografi dengan teks mirip Galigo. Tulisan Toloq biasanya sangat panjang (ratusan halaman) dan menceritakan sebuah peristiwa bersejarah dengan puitis.

5.Bergeliatnya arus neo-arabisme dari sayap Islam fundamental itu cenderung "memaksakan" budaya lokal Arab "didaratkan" di pelbagai belahan bumi Indonesia yang memiliki setting budaya yang berbeda dengan Arab. Jika demikian adanya, bentangan garis demarkasi Islam dan dimensi lokal tercerabut dan resisten menjadikan Islam tanpa identitas lokalitas.

6.Dialektika Islam sebagai ajaran universal dengan budaya lokal yang partikular mengharuskan adanya dialog secara mutual dalam "membumikan" idealitas nilai-nilai Islam dalam realitas lapisan budaya lokal.Di sinilah Islam menemukan relevansinya sebagai ajaran langit dan bumi sekaligus, mempertemukan antara idealitas dan realitas dalam menjawab berbagai problematika kehidupan manusia. Islam yang rahmatan lil alamin sebagai sistem yang memberi solusi bukan sebaliknya, sebab selama ini bagi sebagian kalangan Islam justru menjadi problem.

Sejatinya, Islam didedahkan sebagai agama kearifan yang mana ajarannya senantiasa kontekstual dalam altar kekinian dan kedisinian.

7.Menurut Subagio Sastrowardoyo, Dalam Bakat Alat dan Intelektualisme, seni merupakan unsur ekspresi yang paling penting di dalam budaya. Seni bahkan sering juga disamakan belaka dengan budaya. Budaya sendiri memiliki makna yang lebih luas dalam bidang lingkupnya daripada seni belaka, tetapi dalam fungsinya mengucapkan pengalaman kemasyarakatan dan kemanusiaan, senilah yang paling sanggup menyuarakan pengalaman itu dengan lebih langsung, menyeluruh dan lengkap. Ekspresi seni, apa pun bentuk dan gayanya, adalah total, sekaligus dan tanpa sisa. Kehidupan budaya menemukan pada seni alat ekspresinya yang paling tepat dan utuh. Karena itu tidaklah jauh dari kebenaran, hingga muncul identikasi budaya dan seni.

8.Apa pun pilihan bentuk, isi pementasan atau aksi akan menjadi tanda, cara, strategi kebudayaan dalam mempengaruhi, merespons kondisi sosial dan budaya yang sedang terjadi. Dari pilihan-pilihan strategi ini, nantinya diharapkan semangat para teaterawan tergugah untuk kembali berkreativitas. Dan, dari alternatif-alternatif yang ada mereka dapat menentukan apa yang harus dilakukan. Dalam hal ini, kebenaran menjadi kata kunci yang selalu diagungkan dalam wujud pementasannya. Kebenaran juga berkait erat dengan kebaikan dan keindahan. Pada akhirnya, wujud seni pementasan teater juga akan mempengaruhi keefektivitasan gerak budaya pada tataran selanjutnya.

9.(catatan pinggir buku “salah satu refleksi Siri na Pacce) Tanpa memandang rendah suku-suku lainnya, suku bugis Makassar terkenal dengan ikon keberaniannya. Darah panas yang mengalir, membuat tak sembarang orang yang mau bermain-main dengan suku yang satu ini. Bukan berarti kejam atau bengis, tapi itulah kenyataannya. Namun, dibalik semua itu, suku yang satu ini terkenal dengan kesetiakawannya.termasuk rela mati demi membela harga diri teman bahkan yang berlainan suku sekalipun akan mereka bela apabila orang tersebut sudah betul-betul ia anggap sebagai saudara. Reaktualisasi tsb silang kait dgn adat siri bagi Nya, hal inipun (siri) kadang masih ditandai dgn sistim balas dendam> Seseorang yang meninggal sebelum sempat membalas atas harga dirinya yang diinjak-injak, wajib dibalaskan oleh keturunannya kemudian..dst.

Sabtu, 07 Mei 2011

Insfirasi Huruf Lontara

Pada periode awal, musik dibunyikan sebagai pembangkit semangat perang mengiring kemedan juang, namun kini cara menabuh gendang disesuaikan dengan tempat pertunjukan. baik sebagai pendukung kesenian itu sendiri maupun sebagai ilustrasi pd ritual tertentu atau sebagai pengisi hiburan.

Musik khusus misalnya dgn irama gaduh bertalu-talu /Tunrung Pakanjara, mungkin orang tidak terbiasa mendengarkan tabuhan serupa ini, termasuk atraktif gerak oleh penabuh yg khas ketika memulai terlebih dahulu, para pemukul gendang mengangkat tangannya sebagai isyarat akan dimulainya pukulan awal sambil memberikn aba-aba “sarei..!”/here we go…!

Tapi adakah yang menyangka jika pelaku awal ini dalam penciptaan gerak atraktif terinspirasi dengan corak/bentuk, HURUF LONTARA, Mis pada-tangan kanan di naikkan keatas beserta jujukanna, dan konon juga penciptan jurus-jurus pencak dan tari tradisional juga merupakan inspirasi dari huruf lontara tsb ?.

sebab jurus bela diri yang berkaitan dgn “Tari Pedang”, dalam simbol gerakan tangan memegang pedang dan gerakan kaki yg diangkat (Butta Toa Marusu,”Sanggar Reaksi “),menggambarkan beberapa gerakan yang dipadukan dengan Aksara Lontara.–Wallahu A’lam Bisshawab.

Jumat, 06 Mei 2011

“wisata kuliner kue tradisional ke Visit Makassar 2011,"

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Makassar, "Seperti Black Canyon, kalau pelanggan pesan kopi atau teh, biasanya disertai kue atau biskuit. Nah, ke depan kita akan kerja sama dengan PHRI agar kue itu diganti dengan kue khas Bugis Makassar. Misalnya, kue baruasa, putu kacang beraneka ragam kue tradisional lainnya,"

Kue Tradisional Bugis Makassar tetap Unggulan Di Negeri Sendiri
-----------------------------------http://maroskearifanbudaya.blogspot.com

Kebutuhan masyarakat terhadap kue tradisional masih menjadi minat, juga pada masyarakat menengah ke atas. Peminat penganan kue tradisional ini, dapat menemukan hal tersebut, bahkan dilokasi strategis di kawasan bisnis :kedai, toko, minimarket ke supermarket.   Home industry beratribut  Panorama Food  tak dapat dipandang sebelah mata. Butik kue tradisional  yang berdiri sejak tahun 2002,  cukup berkembang dengan target high-end customers, sebuah layanan produksi kue khas yang telah telah turun-temurun diolah oleh tenaga professional.

Dalam keberagaman  suku bangsa dan budaya, banyak pula keaneka ragaman penganan yang dapat dihasilkan pada tiap-tiap  daerah di Indonesia. Dengan  rata-rata bahan yang digunakan pada panganan tradisional tersebut adalah bahan alami (tanpa campuran perasa dan pewarna), seperti kacang ijo santan kelapa, pandan wangi, kelapa, gula batu, tepung ketan, tepung beras, dan sebagainya dengan olahan berbagai kreasi dan kekhasan tiap daerah tersebut. Sungguh sebuah kearifan  cita rasa juga dengan nilai kesehatan menjadi timbangan pilihan untuk menu penganan tersebut, selain memang enak, kue ini juga tidak mengandung bahan pengawet atau bahan lainnya yang bisa mengganggu kesehatan, inilah salah satu dari keunggulan kue tradisional

Kue tradisional, kenapa masih tetap eksis di pasaran sampai sekarang ini, kami dapati dalam banyak sumber bahkan pada negara-negara tetangga,  seperti Malaysia dan Brunei Darussalam berbagai kue tradisional mengisi ruang gerai modern dan dengan tempat terhormat.

Kue tradisional produksi Maros,
Putu Kacang, Baruasa dan Wijen, tetap eksis di tengah persaingan kue modern
Alimin Ass( post .http://maroskearifanbudaya.blogspot.com/2011/05/)- “Permintaan kue tradisional Putu Kacang Produksi Maros, sampai sekarang ini masih tetap eksis, di tengah ketatnya persaingan aneka kue olahan yang menggunakan alat-alat modern, kue ini tetap dicintai banyak konsumen. pun jadi favorit di kalangan konsumen ekonomi menengah bawah sampai ekonomi atas, karena dibuat dari kacang ijo dengan kualitas terbaik sebagai bahan baku utamanya selain tepung beras.

Baruasa, Wijen dan terkhusus Putu Kacang  ini,  tidak saja disukai oleh konsumen untuk menu pagi dengan kopi atau teh hangat tetapi juga penganan ini dengan bahan dasar kacang ijo tadi sangat baik untuk menerapi penyakit  maag, ketika aku mengkonsumsinya setiap pagi sebelum berangkat kerja “' ujar Alimin,Ass, pedagang kue tradisional Bugis Makassar ini, yang melayangkan kuenya ke distributor kontak kue tersebut (29/5).

Dalam penelusuran jejak kue tradisional ini (Crew Maros Pappaseng), mengakui bahwa ketiga jenis penganan tradisional ini,  sangat diminati sebagai sajian untuk pengiriman keluar daerah (oleh-oleh), sebagai kue lokalitas khas Sulawesi Selatan pada kerabat yg jauh di luar daerah.

Pada beberapa kegiatan rapat, pelatihan, seminar dan lainnya, baruasa, wijen dan  putu kacang ini juga menjadi hidangan yang sangat menarik bersama jenis kue tradisional lainnya, kondisi ini mengindikasikan penganan tradisional ini,  semakin dikenal oleh banyak konsumen termasuk kalangan atas.

Begitu pula dari segi keawetannya. Kue tradisional, yang berbahan dasar kacang ijo ini pada putu kacang, tepung beras kelapa dan gula batu pada baruasa dan wijen , tepung beras pada penganan wijen, dalam kealamian bahan dasar dari penganan ini tentu tanpa pengawet atau kalah awet, bila dibandingkan dengan bread dan cake yang menggunakan pengawet seperti, benzoat dan potassium, namun, inilah hal esensial  dan kelebihan yang dimiliki  penganan tradisional masy.Bugis Makassar, walaupun pembuatannya rumit dan harus telaten dalam mengolah penampilan kue tradisional agar jauh lebih menarik. “Warna putih ke cendrungan krem sungguh mewakili bahan dasar alami pembuatan kue tersebut, dapat dikatakan berbeda dengan bread dan cake yang mayoritas berwarna kecoklatan.,” jelas Kaimuddin.Mbck, kelahiran maros, usai melacak jejak keberadaan kue tradisional ini.

Dalam menghadapi persaingan, penampilan yang menarik, baik warna maupun bentuk, inilah yang harus ditonjolkan oleh produsen dan penjual kue tradisional sehingga mereka dapat terus eksis di tengah gempuran bread dan cake. “Persaingan pasti akan semakin berat dari tahun ke tahun. Jadi, masing-masing perlu menonjolkan kelebihan. Dan jangan lupa untuk terus kreatif dan inovatif,”

Rabu, 04 Mei 2011

Kearifan Lokal Sebagai Kemestian

Sejarah Maros mengantarkan kita pada banyak hal, salah satunya ditandai dengan keberadaan perjanjian LamumpatuE ri Timurang (ketika salah satu peserta perumus isi butir perjanjian tersebut, seorang putera Maros - Karaetta Ri Cendrana (thn 1582), dianggap memiliki kriteria arif dan cerdas), aspek yang ingin dicapai dalam perjanjian history ini adalah sebuah keinginan kepada kerajaan Gowa, agar di masa itu tidak melakukan kesewenangan terhadap kerajaankerajaan kecil Bugis/ Agresi masyarakat Bugis terhadap kepenguasaan Gowa, sebuah aliansi, ketika itu berdiri dan membentuk satu nama: "Bosowa".